Al-Jalalain artinya dua
Jalal. Dinamakan demikian, karena kitab tafsir ini ditulis oleh dua orang ulama
terkenal yaitu:
- Imam Jalaluddin Al-Mahalli. (Lahir tahun 771 H (Mesir) dan meninggal dunia tahun 864 H (93 tahun di Mesir).
- Imam Jalaluddin As-Suyuthi. (Lahir tahun 849 H (Mesir) dan meninggal dunia tahun 911 H (61 tahun di Mesir).
Awalnya Jalaluddin
Al-Mahalli menulis tafsir ini mulai dari surah Al-Kahfi sampai surah An-Naas.
Dan ketika menyelesaikan tafsir surah Al-Fatihah, beliau wafat. Lalu Jalaluddin
As-Suyuthi pun melanjutkannya. Beliau menulis dari tafsir surah Al-Baqarah
hingga surah Al-Isra’. Secara metodologi penulisan, tidak ada perbedaan
mencolok di antara dua penulis.
Kelebihan kitab tafsir ini
adalah:
- Tidak bertele-tele (ini kitab tafsir ringkas).
- Mudah dipahami
- Menyebutkan pendapat yang rajih (kuat) dari berbagai pendapat yang ada
- Sering menyebutkan sisi i’rab dan qira’at secara ringkas.
- Para ulama banyak menelaah kitab tafsir ini dan bahkan ada yang memberikan catatan kaki, juga penjelasan.
Mulai
Tafsir Surah Al-Fatihah
Surah Al-Fatihah dalam
Tafsir Al-Jalalain disebutkan adalah surah Makkiyyah (turun sebelum hijrah)
terdiri dari tujuh ayat.
Dalam Tafsir Al-Jalalain
(hlm. 10), Jalaluddin Al-Mahalli menyebutkan,
“Jika basmalah itu bagian
dari Al-Fatihah, maka terdiri dari tujuh ayat, ayat ketujuh adalah “shirotholladziina”
sampai akhir surah.
Sedangkan jika basmalah bukan
merupakan bagian dari surah Al-Fatihah, ayat ketujuh adalah “ghoiril
magh-dhuubi ‘alaihim” sampai akhir surah.
Dari ayat “iyyaka na’budu”
itu dimaksudkan untuk hamba sebagaimana disebutkan dalam hadits.”
Dari Abu Hurairah, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang shalat
lalu tidak membaca Ummul Qur’an (yaitu Al-Fatihah), maka shalatnya kurang
(tidak sah) -beliau mengulanginya tiga kali-, maksudnya tidak sempurna.”
Aku membagi shalat (maksudnya: Al Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
- Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku.
- Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.
- Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku.
- Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
- Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.’” (HR. Muslim, no. 395).